Nextren.com -Pekan ini, Meta merilis laporan keuangan kuartal 3 2022 dengan hasil yang kurang menyenangkan bagi investor.
Laporan keuangan Meta lagi-lagi mengalami penurunan yang cukup signifikan dari segi keuntungan kuartal perusahaan.
Hal ini menyebabkan banyak keluhan dari investor terkait mega proyek Metaverse yang tak kunjung berdampak bagi ekonomi perusahaan.
Baca Juga: Facebook Bakal PHK 12.000 Karyawan, Dipaksa Resign?
Laporan keuangan meta menunjukan pendapatan perusahaan turun sebesar 4% dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu.
Pendapatan Meta pada Q3 2021 sebesar USD 29,010 miliar, sedangkan Q3 2022 sebesar 27,714 miliar.
Tak hanya pendapatan yang berkurang, Meta juga kehilangan laba dalam jumlah besar.
Dilansir dariGizchina, laba bersih meta turun 52% dari USD 9.194 miliar (Q3 2021) menjadi USD 4.395 (Q3 2022).
Baca Juga: Meta Bersama Kominfo dan WIR Group Hadirkan Metaverse di KTT G20
Investor Hilang Kesabaran
Laporan Reuters mengungkap bahwa investor Meta telah kehilangan kesabaran atas proyek eksperimantal CEO Meta Mark Zuckerberg pada Metaverse.
Proyek Metaverse membebani sekitar 20% dari keuangan Meta, tapi hingga kini tak ada progres berarti.
Beberapa investor menjual saham Meta dalam beberapa jam setelah perusahaan mengumumkan laporan keuangannya.
Salah satu pemegang sahan Meta menyuarakan keprihatanan dan menyebut investasi Meta terhadap Metaverse "berukuran besar dan sangat mengkhawatirkan".
Analis bisnis teknologi pada hari Rabu juga menyebut bahwa proyek Metaverse sangat membingungkan.
Mereka juga menyayangkan ketidakmampuan Meta untuk memotong biaya proyek Metaverse sebagai hal yang "sangat mengganggu".
Baca Juga: Bos Meta Sindir Headset AR/VR Apple: Mereka Ingin Halangi Kami
Metaverse Ajang Pertaruhan
Dilansir dari Reuters, analis PP Foresight Paolo Pescatore mengatakan bahwa metaverse merupakan pertaruhan besar bagi Meta dan Zuckerberg.
Kondisi perekonomian dunia yang terancam krisis turut memperburuk pertaruhan proyek metaverse.
"Metaverse terasa seperti pertaruhan besar mengingat adanya krisis ekonomi," ujarnya sebagaimana dikutip dari Reuters.
Paolo Pescatore menilai bahwa urgensi metaverse bagi pasar global juga tidak terlalu diprioritaskan.
"Orang-orang tidak terburu-buru keluar dari kursi mereka untuk membeli headset VR atau bahkan menonton video 360 derajat. Perangkat baru terasa seperti mainan mahal bagi masyarakat," sambungnya.
(*)