Nextren.com - Anggota DPR AS telah melanjutkan langkah Ketua DPR AS Nancy Pelosi minggu ini dengan mengunjungi Taiwan saat China terus mengancam negara pulau itu. Kunjungan Pelosi awal bulan ini membuat marah Beijing, yang menanggapinya dengan menggelar latihan militer di dekat Taiwan. Senator AS Marsha Blackburn mengatakan tidak akan membiarkan China mencegahnya mengunjungi Taiwan, seperti dilansir Express.co.uk (29/8)."Taiwan adalah mitra terkuat kami di Kawasan Indo-Pasifik. Kunjungan tingkat tinggi reguler ke Taipei adalah kebijakan lama AS. Saya tidak akan bisa diganggu oleh Komunis China," ujar BlackburnSeperti kita ketahui, Taiwan belum mendeklarasikan kemerdekaan, sementara China menganggap pulau itu sebagai salah satu provinsinya.
Baca Juga: China Siaga Militer, 2 Kapal Perang AS Berlayar di Laut Taiwan!Tetapi AS telah membela hak Taiwan untuk mendirikan pemerintahan sendiri, bahkan AS bersumpah untuk membela Taiwan jika diserang.Kristen Gunness, seorang ahli militer China dari think-tank Rand Corporation, mengatakan kepada Financial Times bahwa permusuhan antara Washington dan Beijing telah tmengarah ke "situasi berbahaya."Kehadiran China di perairan dan wilayah udara di sekitar Taiwan, menunjukkan bahwa China dapat mengendalikan Taiwan jika mereka mau.Ini adalah waktu yang berbahaya dalam hal potensi eskalasi, saat kehadiran PLA (militer China) dianggap normal, yang berpotensi membatasi kebebasan operasi dan kebebasan bergerak. Padahal, kebebasan adalah tujuan utama AS.Ashley Townshend, rekan senior di lembaga pemikir Carnegie Endowment for International Peace, memperingatkan bahwa AS dan Taiwan sekarang berada dalam posisi yang kurang menguntungkan.Hal ini karena China lebih bersedia untuk meningkatkan tekanan militernya, sementara AS ingin menjaga situasi tetap tenang.Townshend mengatakan, “Status quo telah diatur ulang dengan cara yang kurang menguntungkan bagi AS dan Taiwan, dan tidak ada pilihan yang baik bagi AS untuk menanggapi hal ini."“Seperti semua pemain status quo, jika Anda bermain secara bertanggung jawab dan lawan Anda berniat meningkatkan tekanan, maka Anda kalah dalam ronde tersebut,” ujar Townshend.Michael Auslin, seorang rekan di lembaga think tank Hoover Institution Universitas Stanford, menulis di Financial Times dengan memperingatkan bahwa AS perlu mempertimbangkan risiko adanya perang di Taiwan, termasuk dengan menggunakan nuklir.
Baca Juga: Gawat! Angkatan Laut China Hapus 'Garis Perdamaian' di Selat Taiwan"Para pembuat kebijakan dan publik AS tidak dapat lagi mengabaikan fakta bahwa era nuklir baru telah tiba," jelasnya."Pergolakan pedang Vladimir Putin di hari-hari awal perang Ukraina mengungkapkan bahwa agresor otoriter bersenjata nuklir mungkin tidak dapat dikendalikan."“Hal ini karena China menganggap Taiwan sebagai wilayah kedaulatannya, tidak ada jaminan bahwa konflik akan tetap berlangsung konvensional (tanpa nuklir)," tutupnya.