Baru-baru ini, dia juga menegaskan kembali sikap anti-China dan keinginannya untuk pertahanan Amerika yang lebih kuat di Indo-Pasifik.
Dalam sebuah wawancara dengan Defense News, Flournoy berkata, “Kita harus memiliki keunggulan yang cukup, yang pertama dan terpenting kita dapat mencegah China menyerang atau membahayakan kepentingan vital kita dan sekutu kita. Itu berarti tekad."
Namun mantan wakil menteri itu juga menginginkan perubahan dari pandangan "buram" dari pemerintahan Trump tentang China, dan menyatakan keinginannya untuk beberapa kerja sama antara Beijing dan Washington.
“Ada serangkaian ancaman, apakah itu mencegah pandemi berikutnya, atau menangani perubahan iklim, atau berurusan dengan proliferasi nuklir Korea Utara."
"Suka atau tidak, kita harus berurusan dengan China sebagai mitra atau kita tidak bisa menyelesaikan masalah tersebut," ujarnya.
Di sisi lain, para pengamat telah mendinginkan usulan Flournoy terkait kehadiran besar Angkatan Laut AS di Laut China Selatan tersebut, dengan mengatakan bahwa China siap untuk membalas jika AS secara besar-besaran meningkatkan pencegahan maritim.
Wu Xinbo, direktur Pusat Studi Amerika Universitas Fudan berkata kepadaSouth China Morning Post: "Ancaman seperti itu hampir tidak dapat bekerja, karena PLA (tentara China) telah dan selalu memperhitungkan campur tangan Amerika secara langsung ketika merencanakan operasi militer di Taiwan."
Collin Koh, seorang peneliti dari S. Rajaratnam School of International Studies di Nanyang Technological University Singapura, sudah memprediksi sikap Flournoy dan pemerintahan baru Biden terhadap China tersebut.
"Terlepas dari siapa yang ada di Gedung Putih, maka kemampuan untuk mempertahankan pencegahan yang kredibel dan jika perlu mengalahkan agresiChina terhadap Taiwan sesuai dengan Undang-Undang Hubungan Taiwan, akan dipandang sebagai hal yang disepakati," papar Koh seperti dikutipExpress.co.uk.
Biden, setelah mengalahkan Trump dalam pemilihan presiden AS, telah menjelaskan bahwa dia akan tegas pada China, dengan cara yang sama seperti pendahulunya.
Selama kampanye Demokrat, dia mengecam Presiden China Xi Jinping sebagai "preman" dan berjanji untuk memimpin kampanye internasional untuk "menekan, mengisolasi, dan menghukum China".