Desember 2015 lalu, aksi terorisme dilancarkan di San Bernardino, California, AS. Akibatnya, 14 warga tewas dan 22 lainnya luka-luka. Dari peristiwa itu, FBI berhasil mengamankan satu unit iPhone yang diduga kuat merupakan salah satu alat komunikasi teroris. Sayangnya, ponsel itu dalam keadaan terkunci dan FBI belum berhasil meretas password-nya.Untuk mempermudah langkah investigasi FBI, Hakim Federal Sheri Pym secara resmi mengimbau Apple membantu upaya pemerintah, sebagaimana dilaporkan Washington Post dan dihimpun Nextren, Kamis (18/2/2016). "Harapannya agar pemerintah bisa menghimpun lebih banyak bukti krusial," kata perwakilan Departemen Hukum AS. Imbauan itu tak serta-merta mendesak Apple menghapus sistem enkripsi iPhone. Hanya saja, Apple diminta menonaktifkan fitur yang mampu menghapus data ponsel jika percobaan peretasan gagal hingga 10 kali. Dengan begitu, FBI bisa mencoba beragam kombinasi kode sampai menemukan satu padanan yang benar.FBI mulai frustrasiPutusan Hakim Federal menyusul laporan Direktur FBI James B Comey, pekan lalu. Comey mengadu ke Kongres bahwa pihaknya tak jua berhasil membuka ponsel teroris yang telah diamankan."Sudah dua bulan dan kami masih berusaha," kata dia. FBI kemudian meminta bantuan hukum. Caranya dengan meningkatkan tekanan ke Apple agar turut menguak motif terorisme dengan melonggarkan akses peretasan ke ponsel sang teroris. Sebelumnya, Apple berkali-kali berkelit dari "tanggung jawab" membantu negara. Raksasa tersebut berdalih tak pernah menyimpan kunci dekripsi untuk membuka sistem enkripsi pada perangkat-perangkat buatannya."Hanya pemilik ponsel dan orang yang tahu password ponsel yang bisa membukanya," kata perwakilan Apple. Apple tak gentarKini, dengan imbauan lebih halus-hanya menonaktifkan fitur penghapusan data setelah 10 kali percobaan-Apple pun tetap teguh pada prinsip privasi pengguna. Menurut perwakilan Apple, pihaknya tak bisa secara sepihak membongkar atau menimpa komitmen "percobaan 10 kali". Hanya pengguna ponsel atau orang yang mengontrol penyetelan ponsel itu yang bisa mengutak-atik fitur tersebut. Alasan itu ditimpali Hakim Federal. Pada keterangan tertulis, Hakim meminta Apple membuat software khusus yang bisa mengelabui fitur "percobaan 10 kali". Software tersebut seyogianya tak berpengaruh ke semua pengguna iPhone, tetapi hanya pada iPhone yang dipakai sebagai obyek investigasi. Permohonan itu masih dikaji dan diresapi Apple. Raksasa teknologi tersebut akan mencari tahu terlebih dahulu apakah pemerintah bermaksud meminta akses backdoor, atau meminta melemahkan sistem keamanan perangkat. Hingga kini, Apple belum mau mengiyakan atau menolak permintaan Hakim Federal.Temuan sementaraPonsel yang ditemukan adalah milik Syed Rizwan Farook. Ia dan istrinya Tashfeen Malik diduga dalang di balik aksi terorisme pada 2 Desember lalu. Pasangan tersebut diketahui adalah anggota ISIS. Beberapa jam setelah melancarkan aksinya, mereka meninggal dalam aksi baku tembak dengan polisi. Tim investigasi FBI menemukan beberapa perangkat elektronik dari sepasang teroris itu, antara lain USB, hard disk, dan iPhone milik Farook.iPhone itu berjalan pada sistem operasi iOS 9 yang secara default mengenkripsi perangkat. Ketika pengguna membuat password, frasanya dipadankan dengan kunci hardware pada chip di dalam ponsel. Kombinasi keduanya bersama-sama mengamankan perangkat. Menurut ahli kriptografi dari Johns Hopkins University Matthew Green, FBI sebenarnya bisa meretas kode dalam waktu 22 jam. Syaratnya, kode tersebut tersusun tunggal atas numerik saja."Tetapi, ketika angka digabungkan dengan huruf, ini yang menjadi menarik," kata dia. "Bisa memakan waktu 10 tahun untuk meretas password yang kuat, artinya butuh waktu setidaknya hingga 2026," ia menambahkan.
Saking Amannya, iPhone Teroris Gagal Dibongkar FBI
Fatimah Kartini Bohang - Kamis, 18 Februari 2016 | 14:47
Popular
Hot Topic
Tag Popular