Ukraina Melunak, Kini Tak Lagi Mendesak Gabung ke NATO

Rabu, 09 Maret 2022 | 13:30
TASS

Tank BMPT-72 atau Terminator 2 didesain untuk perang perkotaan

Nextren.com - Serangan Rusia ke Ukraina masih berlangsung hingga hari ini.

Presiden Rusia, Vladimir Putin sudah menegaskan syarat agar serangan dihentikan, yaitu Ukraina mengurungkan niatnya untuk bergabung dengan NATO, persenjataan militer dilucuti, dan mengakui dua wilayah Ukraina yang memerdekakan diri.

Sejak awal Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menegaskan tidak akan menuruti keinginan Putin tersebut.

Namun kini Zelensky mulai melunak. Dia tidak lagi mendesak keanggotaan NATO untuk Ukraina, sebuah masalah sensitif yang menjadi salah satu alasan Rusia menyerang Ukraina yang pro-Barat.

Zelensky juga mengatakan terbuka untuk berkompromi pada status dua wilayah pro-Rusia, Donetsk dan Luhansk. Hal itu dikatakan Zelensky untuk "menenangkan" Moskwa.

Baca Juga: Teknisi Asal Ukraina Pamer Kecepatan Internet Starlink, Tembus 200Mbps

Dua wilayah di Ukraina itu diakui Presiden Vladimir Putin sebagai wilayah merdeka sebelum Rusia melancarkan invasi pada 24 Februari.

Dalam sebuah wawancara yang disiarkan ABC News, Senin (7/3/2022) malam waktu setempat, Zelensky menyatakan bisa menjawab pertanyaan ini dengan tenang, sejak lama setelah Zelensky memahami bahwa NATO tidak siap untuk menerima Ukraina.

"Aliansi (NATO) takut akan hal-hal kontroversial, dan konfrontasi dengan Rusia," tambah dia, dikutip dari AFP, Rabu (9/3/2022).

Lewat penerjemah, Zelensky menyatakan tidak ingin menjadi presiden dari negara yang memohon sesuatu dengan berlutut, termasuk keanggotaan NATO.

Sejak lama, Rusia telah tegas mengatakan tidak ingin Ukraina bergabung dengan NATO.

Dalam sejarahnya, NATO merupakan konsep sekutu transatlantik sejak awal Perang Dingin untuk melindungi Eropa dari Uni Soviet.

Persekutuan NATO dalam beberapa tahun terakhir telah berkembang lebih jauh ke timur, dan mengambil negara-negara bekas blok Soviet. Hal itulah yang membuat marah Rusia.

Rusia melihat perluasan NATO itu sebagai ancaman, seakan pangkalan militer sekutu baru Barat ini muncul di depan pintunya.

Sebelumnya Putin telah mengakui dua "republik" separatis pro-Rusia di Ukraina timur, yakni Donetsk dan Lugansk yang telah berperang dengan Kyiv Ukraina sejak 2014.

Setelah itu Putin mengejutkan dunia dengan memerintahkan invasi Rusia ke Ukraina.

Baca Juga: Rusia Tuduh Ukraina Akan Gunakan Bom Nuklir Plutonium, Mirip Bom Nagasaki?

Kini Putin ingin agar Ukraina juga mengakui Donetsk dan Lugansk sebagai negara yang berdaulat dan mandiri.

Terkait permintaan Rusia ini, Zelensky mengatakan dia terbuka untuk berdialog.

"Saya berbicara tentang jaminan keamanan," katanya kepada ABC News.

Zelensky menyebut, Donetsk dan Lugansk pada dasarnya belum diakui merdeka oleh negara lain, kecuali oleh Rusia.

Menurut Zelensky, kedua wilayah ini belum diakui oleh siapa pun kecuali Rusia, republik semu ini.

"Tetapi kami dapat mendiskusikan dan menemukan kompromi tentang bagaimana wilayah ini akan terus hidup," ungkap Zelensky.

Yang penting bagi Zelensky adalah agar orang-orang di Donetsk dan Lugansk itu hidup dan ingin menjadi bagian dari Ukraina. Sementara masyarakat Ukraina akan mengatakan bahwa mereka ingin orang-orang Donetsk dan Lugansk itu masuk.

"Jadi pertanyaannya lebih sulit dari sekadar mengakuinya," kata Zelensky.

Pengakuan terhadap Donetsk dan Lugansk ini adalah ultimatum lain dan Zelensky merasa tidak siap untuk ultimatum.

Baca Juga: Beginilah Daya Rusak Nuklir Milik Rusia dan 8 Negara Lainnya

"Yang perlu dilakukan adalah Presiden Putin mulai berbicara, memulai dialog daripada hidup dalam gelembung informasi tanpa oksigen," ungkap Zelensky.

Menteri Luar Negeri Ukraina, Dmytro Kuleba hari Senin (7/3/2022) meminta digelar pembicaraan langsung antara Zelensky dan Presiden Rusia, Vladimir Putin.

Menurut Kuleba, Putin adalah orang di balik perintah invasi Rusia ke Ukraina.

Dalam siaran langsung televisi yang dikutip Reuters, Kuleba mengatakan bahwa Ukraina sudah lama ingin percakapan langsung antara Presiden Ukraina dan Vladimir Putin, karena semua mengerti bahwa Putin yang membuat keputusan akhir, terutama saat ini.

"Presiden kami tidak takut pada apa pun, termasuk pertemuan langsung dengan Putin," tambah Kuleba.

Jadi menurut Kuleba, jika Putin juga tidak takut, biarkan Putin datang ke pertemuan lalu biarkan mereka duduk dan berbicara.

Editor : Wahyu Subyanto

Baca Lainnya