Ini Rahasia Huawei Bertahan dari Pemblokiran AS, Termasuk Potong Gaji

Kamis, 28 Januari 2021 | 20:42

Selama presiden AS Donald Trump berkuasa, Huawei mendapat tekanan berat. Ini cara mereka bisa bertahan dari pemblokiran AS itu.

Nextren.com - Huawei adalah perusahaan IT raksasa yang beberapa kali pernah menduduki ranking pertama penjualan smartphone global.

Lini produk telekomunikasi yang dipakai operator seluler di seluruh dunia juga sangat mendominasi.

Namun setelah presiden AS Donald Trump berkuasa, Huawei mendapat tekanan sangat berat seperti pemblokiran produk dan layanan, pajak tinggi, pencabutan lisensi, hingga larangan kerjasama dengan perusahaan AS.

Pada 2018, Pemerintah Amerika Serikat ( AS) di bawah administrasi Donald Trump memasukkan Huawei dan afiliasinya ke daftar hitam "entity list".

Baca Juga: Huawei Masih Berusaha Melawan Sanksi AS yang Memblokir Produknya

Sejak saat itu, perusahaan asal China itu tidak bisa leluasa berbisnis dengan perusahaan asal AS mana pun.

Bisnis global Huawei terseok, terutama lini smartphone yang masih mengandalkan Google sebagai pemasok sistem operasi Android yang diandalkan Huawei untuk pasar di luar China.

Menurut data Canalys, pada kuartal III-2020, pengiriman smartphone Huawei turun hingga 23 persen.

Kendati demikian, Huawei masih bercokol di tiga besar vendor smartphone global.

CEO sekaligus pendiri Huawei, Ren Zhengfei, akhirnya mengungkap kunci bagaimana Huawei bisa bertahan di tengah gempuran sanksi AS.

Desentralisasi operasional, penyederhanaan lini produk, fokus dalam mengumpulkan keuntungan, dan mempertahankan tingkat gaji selama tiga hingga lima tahun ke depan, disebut Zhengfei sebagai kunci Huawei bertahan dari tekanan AS.

Hal itu dikatakan Zhengfei dalam pidatonya yang dibuat pada Juni 2020, tetapi baru diungkap ke publik baru-baru ini.

Dalam pidato tersebut, Zhengfei mengatakan sulit bagi Huawei menjalankan rencana awal untuk melakukan globalisasi setelah bisnisnya diperketat Pemerintah AS.

Baca Juga: Honor Resmi Bekerjasama Dengan Qualcomm, Intel, MediaTek, Hingga Sony

"Ada ketidakcocokan yang besar antara kemampuan dan strategi," kata Zhengfei yang kemudian menambahkan bahwa perusahaannya harus memulai semua dari awal.

Pendiri Huawei yang mempunyai latar belakang militer itu juga mengatakan bahwa perusahaan tidak akan kalah dari AS.

Pria berusia 76 tahun itu juga mengatakan, ratusan kader Huawei secara sukarela diturunkan jabatannya untuk menyesuaikan gaji.

Ia pun mengatakan, Huawei menanamkan investasi sebesar 20 miliar dollar AS untuk riset dan pengembangan setiap tahun.

Namun, Zhengfei mengatakan, pendapatannya hanya 40 persen, sedangkan 60 persen dari anggaran investasi disebut "dibakar seperti lilin".

Zhengfei memang terkenal sebagai sosok yang kerap menggunakan perumpamaan dan bahasa filosofis dalam setiap pernyataannya.

Langkah mereka, menurut Zhengfei, menunjukkan bahwa Huawei memiliki tim yang sangat baik.

Dalam pidatonya, Zhengfei terlihat realistis dengan keadaan. Dia mengatakan, Huawei berusaha untuk tetap fokus pada profit.

Baca Juga: Meski Pesaing, Petinggi Ericsson Minta Pemerintah Swedia Batalkan Blokir 5G Huawei

Zhengfei juga mengatakan bahwa AS tak hanya menginginkan Huawei tersingkir dari bisnis.

Saat pertama kali sanksi dijatuhkan, Zhengfei berpikir mungkin perusahaannya melakukan kesalahan dan tidak patuh terhadap aturan.

"Namun, kemudian serangan kedua lalu ketiga menyusul. Lalu kami sadar mereka ingin kami lenyap, tapi keinginan untuk bertahan juga memotivasi kami," jelas Zhengfei dikutip KompasTekno dari South China Morning Post, Selasa (26/1/2021).

Sejak sanksi pertama tahun 2018, pemerintahan Donald Trump memang menjatuhkan beberapa sanksi susulan lain terhadap Huawei.

Pada Agustus 2020, Kementerian Perdagangan AS menambahkan 38 afiliasi Huawei di seluruh dunia ke dalam entity list dengan alasan Huawei memanfaatkan afiliasinya untuk menghindari sanksi yang mencegah ekspor teknologi dari AS.

Menurut sejumlah laporan, Huawei juga dilarang menggunakan chip dari Intel.

Larangan tersebut muncul sesaat sebelum Donald Trump lengser dari jabatannya.

Kini, pemerintahan Trump telah berakhir dan digantikan rivalnya Joe Biden setelah memenangi pemilu AS pada November lalu.

Baca Juga: Amerika Blokir Lagi Perusahaan Asal China, Kini SMIC Jadi Korban

Menurut beberapa analis, Biden akan membawa angin segar terhadap rekonsiliasi AS-China.

Namun, menurut anggota kongres, Frank, kebijakan AS terhadap China di bawah Biden tidak akan begitu saja "membebaskan" Huawei dari pusaran konflik AS-China.

Salah satu alasannya karena sentimen antiproduk teknologi China kemungkinan sudah terbentuk di benak para pemimpin AS.

Kendati demikian, peluang lain tetap masih terbuka lebar.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Pendiri Huawei Ungkap Rahasia Perusahaan Bertahan dari Tekanan AS"Penulis : Wahyunanda Kusuma Pertiwi

Tag

Editor : Wahyu Subyanto