Nextren.com - Nvidia merupakan perusahaan teknologi yang berfokus pada pengembangan chipset grafis yang tertanam dalam perangkat-perangkat seperti komputer ataupun laptop.
Namun nampaknya kekuaasaan di lini chipset grafis pada jejeran perangkat tersebut masih belum membuat perusahaan berpuas diri.
Kabar terbaru menyebutkan kalau Nvidia akan segera mengakuisisi perusahaan ARM.
ARM sendiri dikenal sebagai perancang chipset yang sebagian besar desainnya dijadikan dasar dari prosesor-prosesor yang disematkan pada smartphone.
Baca Juga: Nvidia GeForce 1650 Super Akan Hadir di Belasan Laptop Global, Dukung Game 1080p
Lebih lanjut, pembelian Nvidia terhadap ARM juga dikatakan akan mencapai kesepakatan dengan harga yang fantastis.
Menurut beberapa sumber, Nvidia siap menggelontorkan uang sebesar 40 miliar USD atau sekitar Rp 598 Triliun.
Angka tersebut juga dikatakan akan dibayar dalam dua bentuk yakni tunai dan saham.
Baca Juga: Huawei Tertarik Bangun Bisnis GPU Bareng Nvidia, Cari Pendapatan Lain
Untuk tunai, Nvidia akan memberikan uang secara langsung kepada ARM dengan jumlah Rp 179,6 Triliun.
Sedangkan untuk pembayaran berbentuk saham, Nvidia akan memberikan saham umum perusahaan yang berjumlah Rp 321,8 Triliun.
Softbank juga dilaporkan akan mendapatkan keuntungan sebesar Rp 74,8 Triliun yang dibagikan secara bertahap.
Untuk sisanya, Nvidia akan membagikan pembayaran tersebut kepada para karyawan ARM sebanyak Rp 22,4 Triliun dalam bentuk ekuitas.
Baca Juga: REVIEW Performa Gaming Oppo A92, Hampir Semua Game E-Sports Rata Kanan !
Kepala Eksekutif Nvidia, Jensen Huang mengatakan kalau model bisnis ARM itu brilian dan akan dipertahankan olehnya hingga masa mendatang.
Ia pun menambahkan kalau pengakusisian fantastis tersebut dilakukan oleh Nvidia dengan maksud sebagai langkah penggabungan teknologi kecerdasan buatan (AI) yang dimilikinya dengan ekosistem chipset dari ARM.
"Dalam beberapa tahun ke depan, triliunan komputer yang dilengkapi dengan AI akan menciptakan ekosistem Intenet of Things (IoT) yang ribuan kali lebih besar dari pada ekosistem IoT saat ini," tutur Huang.
Baca Juga: Rangkaian Laptop Gaming Lenovo Legion Terbaru dengan Teknologi Terbaru NVIDIA, Intel dan AMD Ryzen
Gabungan keduanya pun dirasa bisa membuat perusahaannya menjadi yang paling cocok untuk menyambut era AI di dunia.
Kendati demikian, apa yang disampaikan oleh Jensen Huang pada saat peresmian akuisisi tersebut berbanding terbalik dengan apa yang diungkapkan oleh pendiri ARM yakni Herman Hauser.
Dalam pernyataannya, Hauser mengungkapkan kalau akuisisi Nvidia terhadap ARM merupakan bencana baru bagi perusahaan pengembang desain chipset tersebut.
Hauser menilai kalau Nvidia akan membuat kerugian bagi beberapa aspek seperti Kota Cambridge yang merupakan kota markas ARM, Inggris, dan Eropa.
Baca Juga: NVIDIA Hadirkan GPU Gaming 8K Pertama di Dunia RTX 3090, Janjikan Game Lancar di 60fps 8K
Pasalnya, ARM telah dianggap sebagai salah satu kebanggaan di industri teknologi Inggris.
Ia pun menyebutkan kalau ada kemungkinan nantinya ARM akan dipindahkan oleh Nvidia ke daratan Amerika Serikat.
Jadi, pemindahan markas itu pun akan berdampak bagi para karyawan-karyawan ARM di Inggris.
"Saya pikir ini adalah sebuah bencana besar bagi Cambridge, Inggris, dan Eropa," ucap Hauser dalam wawancara di BBC Radio 4.
Baca Juga: Dugaan Perangkat Xiaomi Mi 10 Pro Plus Tembus Skor 687.000 di AnTuTu
Sebenarnya, apa yang dikhawatirkan oleh Hauser telah dijawab oleh Jensen Huang, selaku Kepala Eksekutif Nvidia.
Huang telah menjelaskan kalau ARM akan tetap berada di negara asalnya yaitu Inggris.
Namun ungkapan tersebut dinilai Hauser tidak memiliki arti apa-apa kecuali memiliki dasar hukum.
Hauser juga menambahkan kekhawatirannya dengan adanya akuisisi terhadap ARM.
Baca Juga: Main Game Augmented Reality Lebih Seru dan Lancar Saat Pandemi Dengan Layar 90Hz
Ia menjelaskan kalau nantinya hal ini akan membuat sejumlah perusahaan asal Inggris yang bekerja sama dengan ARM perlu meminta kewenangan yang akan dipegang oleh Comittee on Foreign Invesment (CFI) milik Amerika.
"Jika ratusan perusahaan Inggris yang bekerja sama dengan ARM ingin menjual produknya atau mengekspornya ke negara lain, termasuk China yang merupakan pasar besar, keputusannya akan dibuat oleh White House, bukan Downing Street. Ini sangat buruk," tegas Hauser.
(*)